Allah telah menciptakan manusia dengan disertai syahwat. Adanya syahwat
pada diri manusia bukan sekadar sesuatu yang sia-sia, tetapi terdapat kelebihan dan manfaat yang tersembunyi disebaliknya. Bahkah jika manusia tidak memiliki syahwat (selera)
makan, misalnya, kemudian dia tidak makan, sehingga akan menyebabkan
dirinya binasa. Demikian juga jika manusia tidak memiliki syahwat
terhadap lawan jenis, maka keturunan manusia akan terputus.
Oleh
karena itu,keberadaan syahwat pada manusia bukan sesuatu yang tercela. Celaan itu
tertuju jika manusia melampai batas dalam memenuhi kehendak syahwat. Hal ini kerana teradapat
sebahagian manusia yang tidak memahami hal ini, mengira bahwa syahwat pada
manusia merupakan perkara tercela, sehingga mereka berusaha
meninggalkan semua yang sebenarnya diinginkan oleh jiwanya. Bahkan di
antara mereka ada yang berkata: "Aku memiliki isteri selama sekian tahun,
aku menginginkankannya, namun aku tidak pernah menyentuhnya!" Hal
seperti ini, sesungguhnya merupakan perbuatan zalim terhadap jiwa dan naluri manusiawi,
karena menghilangkan hak yang sepatutya diperolehinya.Sedangkan jiwa memiliki hak yang harus
dipenuhi. Nabi S.A.W bersabda kepada
sahabat baginda yang bernama 'Osman bin Mazh'un r.a :
فَإِنِّي
أَنَامُ وَأُصَلِّي وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ فَاتَّقِ
اللَّهَ يَا عُثْمَانُ فَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ
لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَصُمْ
وَأَفْطِرْ وَصَلِّ وَنَمْ
"Sesungguhnya aku biasa tidur dan
shalat, berpuasa dan berbuka, dan aku menikahi wanita-wanita. Maka
bertakwalah kepada Allah, wahai 'Utsman, karena sesungguhnya keluargamu
memiliki hak yang menjadi kewajipanmu, tamumu memiliki hak yang menjadi
kewajipanmu, dan jiwamu memiliki hak yang menjadi kewajipanmu. Maka
puasalah, berbukalah, solatlah (pada sebagian waktu malam.) dan
tidurlah (pada sebagian waktu malam)".
( HR Abu Dawud, no. 1369 dari 'Aisyah x . Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.)
Pemikiran yang seperti
ini juga merupakan penyimpangan dari keyakinan terhadap sesuatu yang
halal dan menyalahi Sunnah Nabi S.A.W. kerana baginda biasa meminum madu dan
minuman manis dan itu merupakan kesukaan baginda. Hal ini juga memperlihatkan bahawa kesederhanaan dalam beribadah dan juga mengamalan setiap syariat Islam.
Rentetan senario ini, sebahagian manusia yang meninggalkan perkara-perkara
yang mereka sukai itu dengan beralasan kerana zuhud (meremehkan)
terhadap dunia. Tetapi zuhud yang mereka lakukan itu diiringi dengan
kebodohan terhadap agama, sehingga zuhud mereka itu tidak bernilai
kebaikan. Karena mengharamkan sesuatu yang dihalalkan agama meskipun
hanya bagi dirinya sendiri merupakan kezaliman terhadap jiwa, bukan
merupakan keadilan. Bukankah mengambil sesuatu yang halal yang disukai
jiwa pada sebahagian waktu dan untuk menguatkan jiwa, itu ibarat
pengubatan bagi orang yang sakit? hal itu tentu terpuji dan tidak
tercela.
MENGENDALIKAN SYAHWAT PERUT
Walaupun memenuhi
kebutuhan hidup yang disukai itu diperbolehkan, namun bukan bererti
seorang mukmin dibolehkan selalu memperturutkan hawa nafsunya, bahkan
dia harus mengendalikannya. Di antaranya mengendalikan syahwat
perut. Hal ini kerana syahwat perut ini termasuk salah satu perkara yang dapat
membinasakan manusia. Syahwat ini pula yang menjadi penyebab Nabi Adam
A.S. dikeluarkan dari syurga yang kekal.Bermula rentetan syahwat perut
ini juga, kemudian timbul syahwat kemaluan dan rakus terhadap harta benda,wanita, dan dunia.
Rasulullah S.A.W. telah mengkhabarkan fitnah (kesesatan,
ujian) syahwat dan fitnah syubhat terhadap umatnya. Beliau S.A.W. bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَ فُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْفِتَنِ
"Sesungguhnya
di antara yang aku takutkan atas kalian, ialah syahwat mengikuti nafsu
pada perut dan pada kemaluan kalian serta fitnah-fitnah yang
menyesatkan"
(HR Ahmad dari Abu Barzah al-Aslami. Dishahihkan oleh Syaikh Badrul Badr dalam ta’liq Kasyful- Kurbah, hlm. 21.)
Syahwat mengikuti nafsu perut dan kemaluan
merupakan fitnah syahwat, sedangkan fitnah-fitnah yang menyesatkan
adalah fitnah syubhat.Oleh karena itu seorang mukmin memiliki cara makan yang berbeza dengan orang-orang kafir.
Di dalam hadits yang shahih diriwaytakan:
عَنْ
نَافِعٍ قَالَ كَانَ ابْنُ عُمَرَ لَا يَأْكُلُ حَتَّى يُؤْتَى
بِمِسْكِينٍ يَأْكُلُ مَعَهُ فَأَدْخَلْتُ رَجُلًا يَأْكُلُ مَعَهُ
فَأَكَلَ كَثِيرًا فَقَالَ يَا نَافِعُ لَا تُدْخِلْ هَذَا عَلَيَّ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ n يَقُولُ الْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ
وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
"Dari Nâfi', ia
berkata: "Kebiasaan Ibnu 'Umar, tidak makan sehingga didatangkan seorang
miskin yang akan makan bersamanya," maka aku memasukkan seorang
laki-laki yang akan makan bersamanya. Laki-laki itu makan banyak, maka
Ibnu 'Umar berkata: "Wahai Nâfi', janganlah engkau masukkan (lagi) orang
ini kepadaku. Aku telah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,'Seorang mukmin makan memenuhi satu usus, sedangkan orang kafir
makan memenuhi tujuh usus'." [HR. Bukhari, no. 5391].
Para ulama
berzeda pendapat tentang makna sabda Nabi ini. Sebagian ulama mengatakan, yang dimaksudkan oleh hadis ini ialah
bukan zahirnya. Sedangkan sebahagian lain mengatakan, bahwa hadis ini
benar sesuai dengan zahirnya. Kemudian para ulama berzeda pendapat
tentang maknanya. makna yang tepat, ialah sebagaimana dikatakan
oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, bahwa hadis ini sesuai dengan
zahirnya, iaitu menunjukkan kebiasaan/keadaan dominan. Maksud yang
dikehendaki dengan bilangan tujuh, iaitu sebagai penekanan untuk
menunjukkan banyak. Sehingga makna hadis ini, bahwa keadaan orang
mukmin ialah sedikit makan, kerana ia sibuk melakukan
ibadah, dan mengetahui tujuan makan menurut syariat ialah untuk
menghilangkan lapar, melangsungkan kehidupan, dan menguatkan ibadah. Dan kerana seorang mukmin takut terhadap hisab yang disebabkan melampaui
batas dalam hal makanan. Sedangkan orang kafir sebaliknya, karena tidak
memahami maksud syari'at, bahkan dia mengikuti hawa nafsunya, tanpa ada
rasa takut terhadap akibat-akibat keharamannya. Maka jadilah makannya
seorang mukmin sepertujuh, jika dibandingkan dengan makannya orang
kafir. Namun hal ini tidak berarti berlaku umum untuk semua orang mukmin
ataupun orang kafir.
Kadang kala tedapat sebahagian orang-orang mukmin
yang mempunyai makanan yang banyak. Boleh jadi kerana kebiasaannya dia memang makan banyak, ataupun sesuatu
yang berhubungan dengannya, seperti karena penyakit yang tidak nampak,
atau lainnya. Begitu pula terkadang di kalangan orang-orang kafir ada
yang makannya sedikit. Boleh jadi kerana untuk menjaga kesihatan
sebagaimana menurut pendapat para doktor, atau kerana latihan menurut
pendapat para pendeta, atau karena faktor kelemahan perut dan seumpama dengannya.
Kesimpulannya, di antara keadaan orang mukmin, ialah
semangat dalam berbuat zuhud dan merasa cukup dengan perbekalan. Dan ini
berbeza dengan orang kafir. Sehingga, jika seorang mukmin atau seorang
kafir tidak didapati berada pada sifat ini, maka bukan berarti
membatalkan hadits ini".
(Lihat Fathul-Bari, Penerbit Darus Salâm, Riyadh (9/667-669).)
Terdapat juga golongan yang tidak makan banyak, seprti mana yang disebutkan dalam sabda Nabi S.A.W. :
مَا
مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ
أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ
لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
"Tidaklah
manusia memenuhi wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukup bagi
anak Adam beberapa suap yang menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak
ada pilihan, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk
minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya"
(HR at-Tirmidzi, no. 2380. Ibnu Majah, no. 3349. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.)
Penjelasan baginda ini ialah puncak kebaikan. Sedangkan
keadilan dalam makan, iaitu berhenti makan ketika masih ada keinginan
untuk menambah. Ataupun menyedikitkan makan secara terus-menerus, akan
dapat menyebabkan lemahnya kekuatan. Banyak orang yang menyedikitkan
makan, sehingga mereka juga melalaikan terhadap kewajipan-kewajipan
agama kerana faktor kebodohan. Mereka menyangka hal itu merupakan
keutamaan. Sedangkan anggapan itu tidak benar. Adapun maksud para ulama
yang menjelaskan tentang keutamaan lapar, ialah menunjukkan pada keadaan
sebagaimana dijelaskan oleh Nabi S.A.W. di atas.
Dan para ulama, sama sekali tidak membolehkan penyimpangan terhadap
syariat. Wallahul-Musta'an.
MENGENDALIKAN SYAHWAT KEMALUAN
Kita perlu sedar akan naluri fitrah manusia yang berkehendakkan pasangan berlainan jantina merupakan sesuatu yang fitrah dan ada hikmah dan kelebihannya. Antara lain, ialah untuk memelihara
keberlangsungan hidup manusia di muka bumi sampai waktu yang Allah
kehendaki. Demikian juga agar manusia merasakan kenikmatan, yang dengan syahwat itu, ia dapat membandingkan kenikmatan dunia dengan
kenikmatan kehidupan di akhirat. Hal ini kerana orang yang belum pernah
merasakan suatu jenis kenikmatan, maka ia tidak akan merindukannya.
Tetapi, jika syahwat terhadap berlainan jantina ini tidak dikendalikan dengan
baik, akan dapat memunculkan banyak keburukan dan musibah. Karena
sesungguhnya fitnah (ujian) terbesar bagi laki-laki adalah wanita,
sebagaimana sabda Nabi S.A.W :
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
"Tidaklah aku menginggalkan fitnah, setelah aku (wafat), yang lebih berbahaya atas laki-laki daripada wanita".[ HR al-Bukhari no: 5096. Muslim, no: 2740, dan lainnya, dari Usamah bin Zaid. ]
Al-Hafiz
Ibnu Hajar rahimahullah mengulas hadis ini dengan perkataan:
“Hadts ini menunjukkan bahwa fitnah yang disebabkan wanita merupakan
fitnah terbesar daripada fitnah lainnya. Hal itu dikuatkan firman Allah:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu wanita-wanita…” (surah Ali-Imran: ayat 14) yang Allah
menjadikan wanita termasuk hubbu syahawat (kecintaan perkara-perkara
yang diingini), bahkan Dia menyebutkannya pertama sebelum jenis-jenis
lainnya, sebagai isyarat bahwa wanita-wanita merupakan hal utama dalam
masalah itu”. (Fathul-Bari)
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah juga berkata: “Kebanyakan yang merusakkan kekuasaan dan
negara, ialah karena menaati para wanita”.[ Iqtidha` Shirathil-Mustaqim, hlm. 257. ]
Sebagian orang
soleh berkata: "Seandainya seseorang memberikan amanah kepadaku
terhadap baitul mal, aku menduga akan mampu melaksanakan amanah tersebut
atasnya. Namun seandainya seseorang memberikan amanah kepadaku atas
diri seorang gadis untuk bersendirian satu jam saja, aku tidak merasa
aman atas diriku padanya"[ Mukhtashar Minhajul-Qashidin, hlm. 213, Tahqiq: Syaikh Ali al-Halabi. ].
Hal ini kerana fitnah wanita menyebabkan
seseorang terjerumus ke dalam pelbagai kemaksiatan hingga
melupakannya terhadap akhirat. Seperti memandang wanita yang bukan
mahramnya, menyentuhnya, berpasangan, bahkan sampai berbuat zina.
Sesungguhnya
perkara yang mudah untuk menjaga diri daripada fitnah wanita sejak
permulaannya ialah sebagaimana telah diajarkan Allah Ta'ala, yaitu
dengan menahan pandangan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Katakanlah
kepada orang-orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang mereka
perbuat". [surah an-Nûr: 30]
Dalam hal ini, Allah Ta'ala juga tidak
mencukupkan hanya dengan memerintahkan kepada lelakii yang beriman
saja agar menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya, tetapi Allah
juga mengiringkan perintah-Nya kepada wanita:
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya".[an- Nûr: 31].
Akan
tetapi, ketika seseorang melepaskan kawalan terhadap syahwatnya
semenjak awal, maka di akhirnya dia akan sangat kesulitan mengatasinya.
Ibarat seekor kuda yang berlari menuju ke suatu pintu yang akan
dimasukinya, maka akan sangat mudah mengarahkan kuda itu dengan cara
menarik kendalinya dan membelokkannya ke arah lain. Sebaliknya betapa
susah, setelah kuda itu memasuki pintu tersebut, kemudian orang berusaha
memegangi ekornya dan menariknya ke belakang. Alangkah besar perbedaan
dua hal di atas.
Kemudian, kerana beratnya menjaga dan
mengendalikan fitnah syahwat ini, maka Nabi S.A.W.
memberikan jaminan syurga terhadap orang yang dapat mengendalikannya
dengan baik.
Nabi S.A.W.bersabda:
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
"Barang
siapa menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa
yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya".[HR al-Bukhari, no. 6474. At-Tirmidzi, no. 2408; ]
Al-Hafzh
Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan: Makna "menjamin (untuk Nabi)",
ialah memenuhi janji dengan meninggalkan kemaksiatan. Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam menyebutkan dengan menjamin, sedangkan yang beliau
maksudkan ialah konsikuennya, yaitu menunaikan kewajipannya. Sehingga
maknanya, barang siapa yang menunaikan kewajipan pada lidahnya, iaitu
berbicara sesuai dengan kewajipannya, atau diam dari apa yang tidak
bermanfaat baginya; dan menunaikan kewajipan pada kemaluannya, yaitu
meletakkannya pada yang halal dan menahannya dari yang haram.
Sedangkan
yang dimaksud dengan "apa yang ada di antara dua rahangnya", aitu
lidah dan apa yang dilakukannya, yaitu perkataan. Sedangkan "apa yang
ada di antara dua kakinya" ialah kemaluan.
Ad-Dawudi mengatakan,
"apa yang ada di antara dua rahangnya" adalah mulut. Dia mengatakan,
sehingga itu meliputi perkataan, makanan, minuman dan semua perbuatan
yang dilakukan dengan mulut. Dia juga mengatakan, barangsiapa berusaha
menjaganya, maka ia telah aman dari semua keburukan, karena tidak
tersisa kecuali pendengaran dan penglihatan". Namun masih tersembunyi
baginya, yaitu memukul dengan tangan.
Sesungguhnya pengertian
hadits ini berbicara dengan lidah merupakan hal utama dalam meraih semua
yang dicari. Jika seseorang tidak berbicara kecuali di dalam hal
kebaikan, maka dia selamat. Ibnu Baththal t berkata, hadits ini
menunjukkan bahwa bencana terbesar atas seseorang di dunia adalah lidah
dan kemaluannya. Sehingga barang siapa menjaga keburukan keduanya, dia
telah menjaga dari keburukan yang terbesar.[ Fathul-Bari, syarh hadits no. 6474 secara ringkas. ]
Kehormatan umat Islam dipersendakan dan bermacam-macam lagi. Semuanya menyayat hati dan perasaan kita. Itu tidak termasuk tekanan kerja dan pengajian yang terpaksa kita harungi setiap hari.
Jalan meraih ketenangan
Sesungguhnya Islam itu agama yang sempurna. Ia kaya dengan pelbagai perbendaharaan dan khazanahnya yang indah dan seni. Oleh kerana itu, kita melihat agama Islam itu sentiasa dicemburui dan cuba dinodai kesucian dan ketinggiannya oleh musuh-musuh Islam.
Cuma, kita yang tidak berusaha bersungguh-sungguh untuk mendapatkan segala keistimewaan Islam kerana kita sendiri tidak cukup mengenal agama yang kita warisi.Kadang kala bukan kita tidak mengenal agama, namun penghayatan dalam agama itu sendiri masih lagi lemah dan goyah dek kerana terpengaruh dengan dunia hari ini. Imam Al-Ghazali pernah menyebut dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin bahawa 4 perkara yang menghalang manusia daripada merasai kemanisan iman:
1) DUNIA
2) MANUSIA
3) HAWA NAFSU
4) SYAITAN
Semua perkara tersebut sememangnya menjadi penghalang terbesar bagi manusia dalam menjadi mukmin yang bertakwa. Muslim yang sentiasa merasai kemanisan iman..
Menjadikan al-Quran sebagai wirid
Islam menyarankan beberapa perkara yang baik untuk kita lakukan ketika berhadapan dengan situasi sebegini. Antaranya, kita digalakkan membaca al-Quran dan menjadikannya sebagai wirid.
Hendaklah kita bertafakur tentang kandungan ayat-ayatnya dan mendalami mutiara-mutiara maknanya untuk mengeluarkan daripada perbendaharaan dan permatanya sesuatu yang akan melapangkan dada. Menambahkan lagi keyakinan dalam beragama dan menghadirkan kebesaran pemiliknya iaitu Allah SWT.
Di samping itu, janganlah kita mengabaikan adab-adabnya.
Ulama berkata:
“Sekiranya kamu melayarkan kapal di dalam lautan ini, kamu akan memperolehi kejayaan dan kerehatan (ketenangan) dalam pelayaran tersebut. Akan datang kepadamu angin kegembiraan dari wangiannya yang suci, dan bauannya yang semerbak bernilai dan mengadap kepadamu kelembutan inayah dengan kesempurnaan pilihan yang disertai dengan ri’ayah pembelaan Allah. Kamu akan ketahui perkara yang belum pernah kamu ketahui dan memahami perkara yang belum pernah kamu fahami.
“Maka terhasillah bagimu segala cita-cita dan tercapailah segala keinginan dan kegembiraan. Maka selepas itu berusahalah mengulang-ulang membacanya dan tenggelam di dalam lautan rahsianya. Berwaspadalah daripada meringan-ringankannya dan tergopoh-gapah ketika membacanya.”
Menyelami kitab-kitab ahli hikmah
Para ulama juga menyarankan kita menjadikan bacaan kitab-kitab tasauf sebagai wirid. Hendaklah kita perkemaskan renangan kita di dalamnya. Jadikan ia sebagai sahabat dan teman bermesra pada waktu pagi dan petang, dan pegangan dalam semua keadaan.
Taklifkan diri kita beramal dengan isi kandungannya dan meninggalkan perkara-perkara yang ditegahnya. Insya-Allah, hati kita akan menjadi lembut dan berasa lebih tenang menghadapi apa jua keadaan.
Justeru, pada minggu ini kita tinggalkan dahulu tajuk tauhid yang sedang kita bicarakan dan kami ingin membawa saudara merenung satu lagi kalam hikmah yang dipersembahkan oleh Sheikh Ibnu Atoillah al-Sakandari r.a tentang istiqamah dalam perhambaan.
Istiqamah dalam perhambaan
Sebagai manusia kita tidak terlepas daripada melakukan kesilapan dan dosa. Namun kita tidak sepatutnya dikalahkan oleh kesalahan yang kita lakukan hingga bersikap pesimis dan berprasangka buruk dengan Tuhan. Kita seharusnya ingat bahawa setiap kejadian Allah itu ada hikmahnya.
Sheikh Ibnu Atoillah r.a membongkar satu lagi hikmah Allah dalam kalam hikmahnya yang indah yang berbunyi:
“Apabila kamu terlanjur melakukan suatu dosa, maka janganlah kamu jadikan ia sebagai sebab kamu patah hati daripada beristiqamah bersama Tuhanmu, kerana kadang kala ia merupakan dosa terakhir yang ditakdirkan ke atas kamu”.
Kita tidak seharusnya merasa putus asa daripada beristiqamah bersama Allah apabila terlanjur melakukan dosa. Dengan bersikap sedemikian, hanya akan menjadikan dosa kita lebih besar.
Istiqamah bermaksud sama keadaan dalam ubudiah terhadap Tuhan. Dosa tidak menyekat seseorang hamba itu daripada terus istiqamah dalam perhambaannya kerana seseorang hamba itu tidak dapat lari daripada takdir yang telah ditulis baginya.
Cuma, perkara yang menghalang seseorang daripada istiqamah ialah jika dia berterusan melakukan dosa tersebut. Malah bertekad untuk mengulanginya. Menginsafi hakikat ini, maka wajiblah hamba tersebut segera bertaubat kerana berkemungkinan ia adalah dosa terakhir yang ditakdirkan baginya.
Kadang kala kesalahan itu juga merupakan suatu rahmat dan peringatan buat kita yang sedang lalai atau leka. Apabila kita terjatuh, maka kita akan lebih berusaha untuk bangun dan maju ke hadapan. Setelah itu, kita dapati ia merupakan dosa terakhir yang ditakdirkan bagi kita.
Perhatikan, telah berapa banyak perkara sebegini terjadi kepada orang yang pernah melakukan dosa besar. Sebelumnya mereka adalah seorang pencuri, tetapi kemudian menjadi orang yang mulia. Di antara mereka ialah tokoh sufi yang terkenal, Ibrahim Ibnu Adham.
Beliau bertaubat setelah mendengar suatu bisikan ketika sedang berburu. Setelah itu beliau sering berdoa dengan doanya: “Ya Allah! Pindahkanlah aku daripada kehinaan maksiat kepada kemuliaan ketaatan.”
Begitu juga Fudhail Ibnu ‘Iyadh r.a yang asalnya seorang penyamun. Sebelum bertaubat, dia begitu berminat dengan seorang jariah. Pada suatu hari, ketika memanjat dinding rumah jariah itu, dia mendengar suara orang yang sedang mengalunkan ayat 16 surah al-Hadid:
Belum sampaikah lagi masanya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu’ hati mereka mematuhi peringatan dan pengajaran Allah serta mematuhi kebenaran (al-Quran) yang diturunkan (kepada mereka)? Dan janganlah pula mereka menjadi seperti orang-orang yang telah diberikan Kitab sebelum mereka, setelah orang-orang itu melalui masa yang lanjut maka hati mereka menjadi keras, dan banyak di antaranya orang-orang yang fasiq-derhaka.Selepas mendengar ayat itu datang keinsafan di dalam hatinya sehingga hari ini kita mengenalinya sebagai seorang ahli sufi yang terkenal. Justeru, jadikanlah mereka sebagai model yang boleh membuka minda dan hati kita untuk bersangka baik dengan Allah.
Banyak ayat dan hadis yang mengingatkan kita tentang keluasan rahmat dan keampunan Allah. Di antaranya, Allah SWT berfirman yang bermaksud:
Katakanlah (wahai Muhammad): Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (dengan perbuatan-perbuatan maksiat)! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, kerana sesungguhnya Allah mengampunkan segala dosa. Sesungguhnya Dialah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (al-Zumar: 53)Allah SWT juga berfirman :
Dan tiada sesiapa yang berputus asa dari rahmat Tuhannya melainkan orang-orang yang sesat. (al-Hijr: 56).Dalam surah Yusuf, ayat 87, Allah SWT juga berfirman:
Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat dan pertolongan Allah melainkan kaum yang kafir.Sabda Rasulullah SAW:
“Setiap anak Adam pasti melakukan kesilapan. Sebaik-baik orang yang melakukan kesilapan ialah orang yang bertaubat daripada dosanya. Sesungguhnya Allah mengasihi orang yang banyak bertaubat, dan mengasihi mereka yang sentiasa mensucikan dirinya”.Maka marilah kita, sebagai hamba-hamba-Nya yang banyak melakukan kesalahan berazam tidak sekali-kali berputus asa daripada berusaha dan kekal beristiqamah pada jalan ‘ubudiah walau betapa perit dirasakan melalui jalan yang satu ini.
SEBUAH BINGKISAN DARI HATI...
kadang
kala menjadi orang yang sabar dalam dunia serba moden ini sangat sukar
dek kerana faktor modenisasi luaran yang telah meresap masuk dalam diri
setiap manusia. Pelbagai ujian, mehnah dan tribulasi yang menimpa diri
manusia dalam transisi untuk Allah menjadikan individu tersebut menjadi
insan yang hebat dan hamba yang beriman dan bertaqwa disisi Sang
Pencipta,Allah.
Setiap manusia yang Allah cipta sentiasa akan diberi musibah,ujian atau masalah hidup didunia yang sementara ini.Tipu jika seseorang itu berkata yang dia tidak pernah ditimpa musibah. Setiap orang ada masalahnya tersendiri,Allah uji dengan berbagai-bagai ujian tetapi sebabnya adalah sama. Allah menguji seseorang itu kerana Allah swt mempunyai rahsianya tersendiri,sama ada Allah hendak tambah iman kita atau hendak uji sejauh mana keimanan kita. Dan kerana sesuatu ujian itulah yang membuka mata hati kita,yang mendidik kita supaya jangan mudah putus asa dalam kehidupan yang bagaikan bahtera dilautan yang penuh dengan onak duri,ujian juga dapat mematangkan kita.
Kadang-kadang kita tertanya-tanya, mempersoalkan kepada Allah swt kenapa kita diberi ujian yang berat sebegitu sekali sehingga kita terlupa pada siapa yang perlu kita mengadu segala masalah kita, pada siapa kita harus minta kembali kekuatan kita. Astagfirullah, lemahnya dan rendahnya iman kita. Tidak redha dalam menghadapi ujian yang Allah beri terhadap kita. Jika kita anggap diri kita ditimpa musibah yang besar kita hendaklah ingat bukan kita sahaja yang mengalaminya,mungkin ada sahabat-sahabat kita atau saudara seakidah kita yang lain menghadapi musibah yang sama bahkan lebih teruk atau lebih besar dari kita.
Bukankah,Allah telah berkata dengan jelas di dalam Al-Quran yang Allah tidak akan sekali-kali menguji hambaNya diluar kemampuan hambaNya. Allah tahu kita kuat dalam menghadapi ujianNya jadi Allah berikan ujian itu ke atas diri kita. Di sini kita dapat lihat betapa sayang dan kasihnya Allah kepada kita sebagai hambaNya.
Allah menguji seseorang bukan kerana Allah benci kepada kita tetapi percayalah yang Allah sangat kasih kepada kita. Cuma kita sebagai hambaNya tidak pernah hendak bersabar dalam menghadapi ujianNya. Pasti Allah telah aturkan yang terbaik buat kita kerana setiap yang berlaku ada hikmahnya.
Alihkan pandangan matamu ke arah LAUT, airnya cantik membiru dan penuh dengan ketenangan. Tetapi hanya Allah sahaja yang mengetahui rahsia di dalamnya. Begitu juga dengan kehidupan manusia, riang dan ketawa tetapi hanya Allah yang mengetahui rahsia kehidupannya. Jika rasa kecewa, alihkan pandanganmu ke arah SUNGAI, airnya tetap mengalir biarpun berjuta batu yang menghalangnya. Dan jika rasa sedih,alihkan pandanganmu ke arah LANGIT, sedarlah dan sentiasa ingatlah bahawa Allah sentiasa bersamamu.
Jadi seharusnya apa yang perlu kita lakukan? berdoalah kepada Allah, Allah lah tempat kembali segala masalah yang sering membelenggu diri kita. Jangan malu untuk merayu-rayu, meminta-minta, memohon-mohon kepada Allah swt.Selalu diingatkan yang Allah tidak pernah jemu mendengar rintihan hambaNya, Allah itu Maha Mendengar.
Dekatkanlah diri kita dengan pencipta kita yang menguasai seluruh alam, yang memegang hati-hati kita. Disamping berdoa perlulah kita berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi. Mungkin ada yang rasa diri mereka tidak kuat hendak hadapinya tetapi cubalah bangun! Usah tewas dengan hasutan syaitan, cari kembali kekuatan kita kerana kekuatan itu ada dalam diri kita masing-masing. Yakin dengan diri, kuatkan azam dan cita-cita. Usah tonjolkan kelemahan kita pada syaitan kerana syaitan tidak pernah berhenti menghasut agar kita lemah-selemahnya.
Jika rasa tidak kuat, carilah sahabat-sahabat yang sentiasa memberi kata-kata semangat kepada kita dan bukan sahabat yang menjatuhkan dan merosakkan kita . Itulah pentingnya sahabat kerana kita tidak mungkin bisa hidup berseorangan. kadang-kala kita perlukan teman yang sentiasa berada disamping kita dikala kita senang dan susah. sentiasa bersabar dengan kita dan sentiasa mempunyai cita-cita besar dan natijah yang lebih utama dalam sebuah perhubungan. ingat, kita berukhwah kerana Allah.
Kita perlu tahu selepas ujian itu selesai, satu lagi ujian akan datang, maka bersedialah dalam menghadapi ujian yang seterusnya. Untung bagi mereka yang selalu diberi ujian tanda Allah swt sayang padanya. Semoga kita sentiasa menjadi hambaNya yang sentiasa redha atas ujian dan ketentuan Allah swt. Apa yang ditetapkan untuk kita itulah yang terbaik! .
Masih Ramai Tidak Faham Penggunaan Dinar Emas untuk Dagangan Antarabangsa, itu adalah antara tajuk akhbar semalam yang memetik ucapan Tun Dr. Mahathir pada sidang akhbar bersempena pelancaran Dinar Emas Larian Sahara 2012 di Kuala Lumpur.
Berapa ramai daripada kita yang masih belum paham? Di sini mencerikan sedikit serba ringkas apa kelebikan Dinar Emas dan Dirham Perak.
" Kesedaran tentang kepentingan Dinar dan Dirham sudah mula tersebar ke dunia Islam. Cuma, kesedaran itu masih belum menyeluruh. Mungkin kerana masyarakat masih ‘takut-takut’ untuk membeli emas dan perak.
Mereka takut-takut untuk melestarikan syariat Islam kerana untuk membeli emas dan perak, sudah tentu ia memerlukan modal yang besar. Tetapi peliknya masyarakat kita tidak pula takut-takut untuk melabur dalam ASB, Forex Trading, dan saham (saham kapitalis) yang kita tahu status hukumnya adalah haram.
Oleh yang demikian, menjadi tanggungjawab mereka yang telah jaga dari tidur untuk mengejutkan umat Islam yang masih tidur diulit mimpi basah yang sungguh enak itu.
Antara keistimewaan Dinar dan Dirham:
1. Jaminan daripada Rasulullah SAW
Rasulullah SAW telah menjamin kedudukan Dinar dan Dirham sejak 1400 tahun lalu. Yakinlah 200% dengan hadis ini. Jangan ada sebarang keraguan!
Maksud hadis:
Abu Bakar ibn Abi Maryam melaporkan bahawa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Akan tiba suatu zaman di mana tiada apa yang tinggal dan boleh digunakan oleh umat manusia, maka simpanlah DInar dan Dirham” [Musnad Ahmad] (Hadis Dhoif)
2. Kelebihan
- Dinar dan Dirham adalah matawang yang sebenar
- Boleh digunakan sebagai mahar, hadiah, koleksi, dan sebagainya
- Penggunaan Dinar membolehkan pembayaran zakat yang lebih tepat
- Warna dan sifatnya yang menawan yang membangkitkan naluri kemanusiaan
- Mempunyai nilai intrinsik yang tersendiri dan diiktiraf sebagai wang di seluruh dunia
- Harga emas yang meningkat setiap tahun akan menambahkan nilai kekayaan penyimpan Dinar
- Kalis inflasi. Tidak seperti wang fiat, di mana nilai wang fiat jatuh dari semasa ke semasa akibat daripada aplikasi riba
Jadi, tunggu apa lagi? Kalau ada duit simpanan dalam bank, jangan simpan dan biarkan ia di dalam bank! Tapi gunakan wang tu untuk membeli Dinar dan Dirham! Lebih baik menyimpan Dinar dan Dirham (yang mempunyai nilai di sisi syariat dan di dunia) daripada menyimpan wang kertas.
Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Leher dan rambutnya adalah aurat di hadapan lelaki ajnabi (bukan mahram) walaupun sehelai. Pendek kata, dari hujung rambut sampai hujung kaki kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup.
Hal ini berlandaskan firman Allah Subhanahu wa Taala,
[An Nur:31].
Yang di maksud (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah "Janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan".
[Lihat Abu Bakar Al Jashshash, Ahkamul Qur`an, Juz III hal.316].
Selanjutnya, kalimah (kecuali yang (biasa) nampak darinya), ini bermaksud ada anggota tubuh yang boleh dinampakkan iaitu wajah dan kedua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebahagian sahabat, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan juga Aisyah.
Ibnu Jarir At Thobari (wafat 310H) menjelaskan dalam kitab tafsirnya, Jami' Al Bayan fi Tafsir Al Qur`an Juz XVIII ms 84, mengenai apa yang di maksud “kecuali yang (biasa) nampak darinya (illaa maa zhahara minha)”, katanya, pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan bahawa, yang dimaksudkan (dalam ayat di atas) adalah wajah dan dua telapak tangan.
Pendapat yang sama dinyatakan Imam Al Qurtubi dalam kitab tafsirnya Al Jamia li Ahkam Al Qur’an, Juz XII hal. 229. Jadi, apa yang biasa nampak darinya adalah wajah dan dua telapak tangan sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan Muslimah di hadapan Nabi S.A.W sedangkan Baginda mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan solat dan biasa terlihat di masa Rasulullah iaitu di masa masih turunnya ayat Al Quran.
Dalil lain yang menunjukkan bahawasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan ialah sabda Rasulullah kepada Asma’ binti Abu Bakar,
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidh) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya” [HR Abu Dawud]
Yang dimaksudkan dengan hayaatul ‘am adalah keadaan di mana wanita itu berada di luar dari kawasan rumahnya di mana mereka bercampur dengan masyarakat. Pakaian wanita dalam kehidupan umum iaitu di luar rumahnya terdiri dari dua jenis iaitu :
- libaas asfal (baju bawah) yang disebut dengan jilbab, dan;
- libaas ‘ala (baju atas) iaitu khimar (tudung).
Oleh sebab Al Quran berbahasa Arab, dan perkataan “jilbab” itu adalah perkataan Arab, maka kita hendaklah memahami apakah yang dimaksudkan “jilbab” di dalam bahasa Arab. Dengan kata lain, kita hendaklah memahami dan mengikuti apakah yang orang Arab faham bila disebut jilbab. Maka inilah pakaian yang diperintahkan oleh Allah kepada perempuan. Di samping itu, perincian tentang pakaian ini telah pun dijelaskan di dalam banyak hadis sahih yang wajib diikuti oleh setiap orang.
Jadi, apakah makna jilbab itu? Selain dari melihat sendiri kepada nas-nas hadis tentang pakaian yang dipakai Muslimah semasa zaman Rasulullah, kita juga boleh merujuk kepada banyak kamus Arab untuk mengetahui makna “jilbab”. Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis [Kaherah: Darul Maarif ms 128], jilbab diertikan sebagai ats tsaubul musytamil ala al jasadi kullihi (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau ma fauqa ats tsiyab kal milhafah (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (seperti jubah), atau al mula’ah asy tamilu biha al mar’ah (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).
Berdasarkan pengertian ini, jelaslah bahawa yang diwajibkan ke atas wanita adalah mengenakan pakaian yang satu (sekeping) yang lurus dari atas hinggalah ke bawah, yakni hingga ke mata kaki. Maksud milhafah/mula’ah (Arab) adalah pakaian yang dikenakan sebagai pakaian luar lalu dilebarkan sehingga ke bawah hingga menutupi kedua mata kakinya. Untuk pakaian atas, wanita disyariatkan/diwajibkan memakai “khimar” iaitu tudung atau apa sahaja bahan/kain yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang leher baju di dada.
Dalil mengenai wajibnya mengenakan pakaian bahagian atas (khimar/tudung) adalah Firman Allah,
Pakaian jenis ini (jilbab dan khimar) wajib dipakai oleh seorang Muslimah (yang telah baligh) apabila hendak keluar menuju ke pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum. Setelah memakai kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) maka barulah dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju ke kehidupan 'am tanpa sebarang dosa. Jika tidak, maka dia tidak boleh (haram) keluar dari rumah kerana perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam semua keadaan.
Mana-mana wanita yang telah baligh dan melanggar ketetapan Allah ini, maka berdosalah mereka dan layak mendapat seksa Allah di akhirat nanti.
Yang dimaksudkan dengan hayatul khassah adalah keadaan di mana seseorang wanita itu menjalani kehidupannya di rumahnya bersama dengan anggota keluarganya yang lain. Adapun cara seorang Muslimah menutupi auratnya di hadapan lelaki ajnabi dalam kehidupan khusus seperti di rumahnya atau di dalam kenderaan peribadi, syara' tidak menentukan bentuk/fesyen pakaian tertentu tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafaz dalam firman-Nya,
Atau sabda Nabi, “lam yashluh an yura minha” (“tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya”) [HR Abu Dawud].
Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Tetapi ia adalah tertakluk kepada hukum tabarruj (sila lihat perbincangan di bawah).
Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat iaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar'i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, atau fesyennya. Namun demikian syara' telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian wajib dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka tidak dikatakan menutup aurat. Oleh kerana itu apabila kain penutup itu tipis/transparent sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui sama ada kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat dan haram hukum memakainya.
Mafhum muwafaqah (yang disepakati) dari ayat ini adalah jika perempuan tua yang telah putus haid haram menampakkan perhiasan iaitu bertabarruj, apatah lagi perempuan yang masih muda, belum putus haid dan berkeinginan berumahtangga, tentulah lebih lagi. Dalil lain ialah,
Dan Hadis Rasulullah riwayat dari Bazzar dan At Termizi menjelaskan,
Abul A’la al Maududi berkata,
(i) wanita yang menunjukkan kecantikan wajahnya, daya tarik tubuhnya kepada lelaki asing (yang bukan mahramnya);
(ii) wanita yang mendedahkan kecantikan pakaian dan perhiasannya kepada lelaki asing; dan memperlihatkan dirinya, make-upnya, gerak-gerinya dan kemegahannya. Selain memastikan pakaiannya tidak nipis, jarang, longgar, tidak memakai perhiasan yang menarik perhatian lelaki ajnabi, tidak menyerupai pakaian lelaki atau orang kafir/musyrik, pakaiannya yang bukan melambangkan kemegahan, dia juga tidak boleh tampil dengan haruman semerbak.
Sesungguhnya aurat wanita Islam bukanlah hanya tudung semata-mata sebagaimana yang difahami oleh sebahagian umat Islam sebaliknya apa yang paling penting ialah setiap Muslimah mestilah memahami batasan aurat dalam hayatul khassah (kehidupan khusus) dan hayatul am (kehidupan umum) menurut syarak selain menyedari keharaman bertabarruj atas semua wanita sama ada belum atau telah putus haid. Menutup aurat juga hendaklah didasari dengan iman dan taqwa iaitu mengharapkan keredhaan Allah semata-mata, bukan atas dasar hak asasi atau rutin harian.
- Authoritarian Style : Ibu bapa yang mempunyai pandangan yang sangat tegas (strict) tentang sesuatu disiplin dan tingkah laku anak serta tidak membuka ruang untuk perbincangan, anak mesti mengikut apa sahaja kata-kata atau arahan ibu bapa tanpa banyak soal.
- Permissive Style : Ibu bapa yang mempunyai pandangan yang 'relax' terhadap disiplin dan tingkah laku anak, mereka tidak kisah perlakuan anak. Mereka tidak menghukum jika anak melakukan kesalahan, malah memberi sepenuh kebebasan kepada anak-anak. Jika anak-anak melakukan sesuatu kesalahan, mereka biasanya tiada sebarang dendaan yang dikenakan.
- Democratic Style : Ia juga disebut sebagai Authoritative Style, iaitu ibu bapa yang mempunyai pandangan tentang disiplin dan tingkah laku anak-anak serta mereka bersedia untuk berbincang dan menerangkan kepada anak sebab-sebab sesuatu perkara yang dilarang. Alasan yang diberikan selalunya perihal baik buruk sesuatu perkara.
Apabila kita memperhatikan hadis-hadis
Nabi Muhammad S.A.W mengenai kepelbagaian fitnah yang bakal terjadi di
akhir zaman, maka kita akan merasa sangat khuatir, sebab matannya
menggambarkan keadaan yang sangat menakutkan. Apatah lagi jika
hadis-hadis tersebut kita kaitkan dengan situasi dan gambaran
dunia moden sekarang ini, maka kekhuatiran tersebut semakin
menjadi-jadi. Mengapa? Kerana sudah terlalu banyak hadis mengenai
fitnah-fitnah di akhir zaman yang memperlihatkankan secara tepat situasi
dan kondisi dunia moden saat kita berada ini.
Apa yang membuatkan kami gembira dan berbunga? Usrah itu sebenarnya "keluarga". Jujur sebelum ini tidak pernah saya ambil peduli. Usrah untuk mereka yang alim-alim, untk mereka yang soleh dan solehah, sempurna,berkopiah dan bertudung labuh, bukan untuk saya.
Tidak pernah saya rasakan ukhwah di dalam keluarga usrah, tidak pernah saya rasakan kejujuran bersahabat kerana Allah.Tidak pernah saya sangka dengan izin Allah ianya memberi saya kekuatan untuk merubah serba sedikit diri yang serba dhaif ini. Bagaimana? Dengan keprihatinan, sokongan dan semangat ukhwah mengingatkan antara satu dengan lain mengenai perkara-perkara baik dengan penuh kasih dan hikmah.
Dengan contoh dari naqib, bagaimana akhlak, ilmu dan kehidupan sehariannya disulami nilai-nilai Islam yang saya sangkakan sebelum ini hanya mainan bibir para ilmuwan. "Mana mungkin boleh hidup dengan nilai Islam sepenuhnya, di zaman ini" "Saya sudah bersolat 5 waktu, sudah tutp aurat, sudahlah!" Silapnya saya. Jahilnya saya. Saya baru seorang Muslim.
Belum saya fahami konsep Mu'min. Tidak saya sedar menjadi seorang yang beriman adalah dengan menjadi seorang Muslim dan masuk ke dalam agama Islam ini SEPENUHNYA.
Bukan setengah jalan, sekerat langkah dan separuh hati. Kerana menjadi seorang Muslim itu mestilah dengan sepenuh hati, jiwa dan raga. Segala niat DAN perbuatan perlu dizahirkan. Masih ada yang beranggap 'yang penting' niat? Memang niat itu penting, namun niat perlulah disusuli dengan perbuatan.
Setiap manusia jalan hidupnya sudah tertulis, ada manusia hidayahnya diberi Allah seawal usia. Faktor persekitaraan, pendidikan dan rahsia dari Allah kadangkala tidak boleh kita persoalkan, segalanya ada sebab musabab yang tersendiri.
Tersasarnya saya sewaktu remaja dahulu ada sebabnya. Kembalinya saya sebagai seorang Muslim yang mahu beriman sepenuhnya juga bersebab. Sebab itu mungkin tidak mampu pun untuk saya fahami. Walau saya cuba berfikir mengenai segala hikmah disebalik kejadian dalam hidup saya.
Kata-kata naqib saya yang cukup saya sayangi tersemat di hati. "Tidak cukup menjadi seorang Muslim, kita mestilah menjadi seorang Muslim yang beriman" katanya. "Tidak cukup beriman saja, namun kita mesti beriman dan berilmu". "Tidak cukup kita menjadi Muslim beriman yang berilmu, namun kita mesti beramal dengan ilmu itu". "Dan tidak cukup kita beramal kita mesti ikhlas dalam segala amalan"
MasyaAllah. Sudahkah saya beriman,berilmu, beramal dan ikhlas? Sering saya tanya pada diri. Belum, belum sepenuhnya. Kata naqibah – ikhlas itu rahsia di antara Allah dan hambanya, malaikat pun tidak tahu. Dan ikhlas adalah motivasi terbaik seorang Mu'min.
Orang-orang yang ikhlas jarang atau hampir tiada perasaan sesal, kesal, mengeluh, sakit hati, murung, sedih.. kerana mereka... ya , Ikhlas! Ikhlaslah yang menjadi motivasi para Nabi, Rasul dan orang-orang Soleh untuk terus melakukan kebaikan meskipun dicerca, disakiti dan dihina.
Hanya 'kita', diri kita sendiri dapat rasakan ikhlas dalam hati, satu perasaan sayu dan redha , satu perasaan yang membuatkan kita terhenti dan terfikir tatkala kita melakukan sesuatu. "Semua ini kerana Mu Ya Allah".
Segala yang kita lakukan didalam hidup ini mampu dijadikan ibadah, setiap nafas yang dihirup, waktu tidur juga waktu jaga, waktu makan dan waktu lapar, tatkala mandi meskipun kata-kata di FB misalnya. Semuanya boleh dijadikan ibadah.
Ya, segala kebaikan yang ikhlas kerana Allah semuanya mampu dijadikan ibadah. Tapi sayang, Ibadah dipandang begitu sempit sekali. Hanya solat, puasa, zakat, Cuma di atas sejadah saja!
Setiap titipan dan nasihat naqib dapat saya rasakan keikhlasannya. Kerana tujuan usrah itu sendiri adalah untuk sama-sama tolong-menolong antara satu sama lain untuk memahami dan menghayati Islam.
Sama-sama mengingatkan dan berpesan-pesan. Untuk meningkatkan ukhwah dan kecintaan Islam. Di dalam Al-Quran selain surah Al-Asr 103:3 yang mengingatkan supaya kita sentiasa saling mengingati dan berpesan kepada kebenaran dengan sabar, Allah berfirman dalam surah Az-Zariyat 51:55, bahawa peringatan itu amat perlu dan berguna bagi orang-orang Mu'min.
"Dan tetaplah memberi peringatan, kerana sesunghnya peringatan itu bermanafaat bagi orang- orang mukmin"Maka, di dalam keluarga usrah ini, kami mencari semangat untuk menjadi Mu'min yang lebih baik dengan saling mengingatkan. Kali pertama saya hadir, (tak ramai pun yang hadir) saya bertanya pada diri, apa yang bakal saya perolehi? Adakah perlu saya laburkan 'masa' ini, dan bersusah susah ke sini.
Untuk apa? Objektif, motif, rasionalnya apa?. Aduh banyaknya persoalan. Tamaknya kita dengan diri sendiri untuk memperbaiki diri. Banyaknya alasan boleh diberi, sibuk, (semua orang sibuk, kadangkala terasa seolah diri sendiri saja yang paling sibuk) ada hal, anak tiada yang jaga.
Kemudian saya tersedar dari lamunan, Naqib ini, iaitu guru saya ini, sanggup datang kemari, walaupun dia jauh lebih sibuk, tanpa meminta bayaran untuk mengajar dan memperbaiki diri kami, dan saya pula yang mahu berkira dengan masa saya.
Sunguh tidak bersyukur! Berapa banyak peluang yang telah diberi kita sia-siakan, memberi segunung tinggi alasan? Kehidupan dan kesibukan dunia dijadikan alasan.
Tersenyum saya tatkla naqibah mengingatkan, dunia ini tak perlu orang ingatkan! Memang kita sentiasa akan ingat! Kerana dunia ini sudah dihadapan mata bukan? Akhirat itulah yang perlu diingatkan selalu.
Fitrahnya insan ini pelupa jahil dan lalai. Maka peringatan tentang akhirat ini amat wajar.
Risaulah jika hari silih berganti dan tiada langsung peringatan diberi. Makanya usrah ini, antara salah satu medium dimana tatkala kami bersila dalam bulatan gembira ini, akhirat dan hakikat penciptaan jin dan manusia diulang kembali, lagi dan lagi.
Asas aqidah, tauhid, ibadah, sirah ,serta bertadabbur dengan Quran benar-benar menyentuh jiwa.Peringatan untuk tidak berfikir buruk mengenai orang lain, untuk memperbaiki amalan, memahami tujuan penciptaan, berwaspada dengan tipuaan syaitan dan bersama di waktu susah dan senang tidak mampu dijual beli dengan wang ringgit.
Ukhwah yang terbina ini terlalu berharga. Berukhwah kerana Allah sepenuhnya, bukan sebab material atau dunia yang lain.
Memang hakikat kehidupan dunia moden kapatilis ini, kita biasanya meletakkan kepentingan diri dahulu. Kepentingan diri diambil kira melebihi kepentingan orang lain.
Dunia moden amat kompetitif dan individualistik. Makanya saya hairan bagaimana masih ada manusia yang sanggup "memberi" tanpa meminta balasan kerana mencari keredhaan Allah.
Ya, masih ramai insan begitu, cuma saya sahaja yang tidak tahu. Dan semangat memberi itu kini sudah terpercik pada kami. Benarlah peringatan yang senantiasa diberikan, kita pasti akan terpengaruh dengan rakan kita, lihatlah dengan siapa kita berkawan. Maka di dalam keluarga usrah ini, percikan minyak wangi akhirnya terkena pada diri kami semua. Sipi-sipi sudah bau harumannya. Indah bukan?
Namun perubahan tidak terbina dengan sekelip mata. Bukan satu dua sesi sudah berubah semuanya. Ada diantara ahli keluarga ini, pergi meninggalkan kita dan tidak kembali lagi, (bukan meninggal dunia namun tidak berminat lagi) ada yang datang sekali dua, namun yang tinggal komited itulah telah ditakdirkan oleh Allah untuk bersama. Membuang prasangka, memperbaiki diri dan membersihkan hati ini adalah satu proses berterusan.
Usrah cuma batu loncatan. Ilmu selebihnya perlu dicari ditempat lain. Namun di dalam bulatan keluarga usrah yang gembira ini, ianya menyedarkan diri dimana kurangnya kita. Yang perlu membetulkan tajwid pergi mengaji semula,yang sudah lama meninggalkan Quran mula membacanya kembali, yang tudungnya singkat dilabuhkan ke dada, yang berfikir mengenai diri sendiri sudah mula mahu memberi.
Fitrahnya kita semua mahu berbuat baik, dan kita semua mahu menyembah. Jika tidak menyembah Allah maka kerana fitrah menyembah ini, kita terdorong untuk menyembah sesuatu yang lain, iaitu harta, pangkat, rupa, lelaki atau wanita, material mahupun diri sendiri! Kembali kepada fitrah menyembah Allah ini adalah kebahagian sebenar dan hakiki.
Belum, saya masih jauh perjalanan. Belum, saya belum sempurna. Namun saya mahu mencari kesempurnaan itu. Terima kasih Usrah dan keluarga bulatan gembira ku! Terima kasih kerana mengingatkan! Quran kini dibawa kemana saja saya pergi, saya mula membaca dan menghafal ayat Quran kembali.
Saya cuba menyemadikan Quran di dalam jiwa ini. Antara tiga ayat pertama yang saya hafal kembali yang memberi impak pada hidup saya dan ingin saya kongsi:-
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada ku" (Quran 51:56)
Mari berusrahlah semua! Inilah dia bulatan gembira yang tidak boleh dijual beli, hiburan hati yang sejati! Cari bulatan gembira anda juga agar hati ini berbunga kembali. Usrah wajar dijadikan santapan mingguan untuk rohani. Berbunga dengan minda dan jiwa yang lebih dekat dengan Ilahi!
Hidup ini menuntut mujahadah berterusan, setiap hari pasti ada sahaja perkara yang perlu diusahakan. Seringkas bangun pagi memerlukan kekuatan menolak keseronokan tidur yang lena, sehinggalah keteguhan mendirikan Islam dalam diri setiap insan. Inilah kehidupan, tidak lari dari, suka duka, perit jerih, dan susah payah. Apatah lagi bagi tiap jiwa yang dalam sedar berikrar menyerahkan diri mereka kepada Allah, menggelar diri sebagai muharrik. Mereka yang berada di dalam kategori tersebut mesti lebih lagi menunjukkan kesungguhan dalam tiap perkara, mengelak fitnah menimpa.
Seruan Nabi tidak diterima Nabi diejek dan Nabi dihina Baginda tidak berputus asa Walau dicaci walau dihina
Akhirnya Nabi merasa hampa Umatnya masih menderhaka Lalu dia pergi membawa hati Ke tepi pantai seorang diri
Kapal pedagang Baginda menumpang Membawa diri ke rantau orang Malangnya laut bergelombang Hampir karam ditengah lautan
Bila diundi Nabi merelakan Terjun ke laut penuh bergelora Baginda ditelan ke perut Ikan Nun Gelap gelita tidak terkira
Sedarlah Baginda akan silapnya Ditarbiyyah Allah sebegitu rupa Menangislah Nabi penuh duka Memohon Ampun dari Tuhannya
Tidak terusikkah kalbu serta tidak terbuakkah amarah kala melihat penderitaan kaum Muslimin di dunia yang ditindas dan dizalimi saban hari? Pada tanggal 21 Ogos genaplah 41 tahun sejarah hitam Masjid al-Aqsa yang dibakar oleh seorang kafir laknatullah bernama Michael Dennis Rohan. Pelampau Yahudi rakyat Australia yang disokong kuat oleh Kristian Zionis ini kemudiannya ditangkap. Namun, apa yang begitu dikesalkan, pelampau ini dibebaskan begitu sahaja dengan alasan dia tidak siuman. Musuh Allah ini dengan bangganya mengatakan bahawasanya dia telah melaksanakan perintah Tuhan dalam kitab Thalmud. Apa yang lebih menggeramkan, pihak Zionis pada waktu itu telah menutup saluran paip ke Masjid Al Aqsa serta menghalang bomba dan warga Arab masuk ke kawasan masjid pada hari berkenaan. Sudah terang lagi bersuluh pihak Zionis sama sekali menyokong perbuatan terkutuk ini dan mempunyai agenda jahat untuk memusnahkan kiblat pertama umat Islam ini!
As long as in the heart within
Begitulah rangkai kata lagu kebangsaan negara Yahudi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris bertajuk Ha Tikva (the Hope). Sentimen rampasan kuasa terhadap tanah tumpah darah rakyat Palestin sudah kian subur dalam jiwa setiap Yahudi. Mereka pada asalnya adalah rakyat yang tiada tanah air sendiri. Hidup bertebaran di serata dunia dan mengemis di negara orang.